Minggu, 13 Mei 2012

BACA :


Tugas Untuk Mata Kuliah
 
Konflik merupakan fenomena sosial yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari manusia. Hal itu bisa terjadi di manapun dan melanda komunitas manapun. Konflik adalah suatu proses sosial, proses perubahan dari tatanan sosial yang lama ke tatanan sosial yang berbeda. Konflik antarkomunitas dalam masyarakat dapat kerap dilihat sebagai kondisi yang wajar, tetapi menjadi tidak wajar mana kala sudah melibatkan tindak kekerasan. Konflik berwajah agama, berlatar belakang etnik, suku, ras dan golongan, serta yang bernuansa politis muncul silih berganti di Indonesia. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari kebhinekaan Indonesia. Sebab secara teoritik, semakin homogen suatu negara maka potensi konflik internalnya akan semakin rendah.
Istilah konflik berasal dari bahasa Latin yakni com dan fligere. Bila diartikan secara harfiah bisa berarti saling tubruk atau saling bentur. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dapat selalu mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat. Sebab dalam kancah keragaman di mana manusia yang satu saling bertatap muka dengan manusia lain dalam komunitas masyarakat tentu memiliki perbedaan yang bisa mengarah pada silang pendapat dan lebih jauh menimbulkan konflik fisik. Karenanya konflik akan menghilang apabila masyarakat juga lenyap.
Menurut Max van der Stoel, konflik, termasuk konflik etnik tidak dapat dihindari namun bisa dicegah. Pencegahannya membutuhkan berbagai upaya misalkan dengan mengidentifikasi sumber potensial dari konflik dan menganalisanya sebagai resolusi awal. Namun bila pencegahan tidak berhasil maka peringatan dini perlu diberikan untuk merespons konflik yang lebih serius.
Walaupun bangsa Indonesia telah mengenal hubungan antar budaya yang harmonis sejak nenekmoyang menduduki kepulauan Indonesia ratusan abad yang lalu, namun kini setelah banyak cendekiawan, ulama, politisi, pengusaha maupun ahli hukum yang berwawasan modern, tetap saja sifat instinktif yang residual primitif muncul ke permukaan. Lebih-lebih disaat berbagai konflik kepentingan menyeruak dalam kehidupan bangsa, seperti konflik politik, bisnis, etnis maupun konflik local primordial.

Berbagai peristiwa yang terjadi akibat konflik kepentingan etnis di nusantara akhir-akhir ini seolah-olah menjadi trend dunia. Jika di Afrika terjadi pertikaian etnis antara suku Tutsi dan suku Hutu ( Ruwanda – Burundi ), suku Kurdi di Turki, suku Tamil di Ceylon, maka di Indonesia juga sering terjadi pertikaian etnis seperti Madura, Makassar, Banten, Dayak, Melayu ( Kalbar ) dan suku-suku di Irian ( Papua ). Penyebab utamanya adalah Komunikasi Antar Budaya yang tersumbat. Sungguh aneh dijaman modern ini bisa terjadi, padahal dijaman kuno hubungan antar etnis sering dilakukan oleh saudagar Cina, Madagaskar, India dan bangsa lainnya tanpa pertumpahan darah bahkan sering terjadi perkawinan antar etnis untuk melanggengkan tali kekeluargaan. Kita kenal komunikasi antar budaya Cina ke Eropah dan Asia dengan “ Jalur Sutera, “ yang selain bermisi dagang juga memiliki misi budaya.

Tahap awal komunikasi dilakukan dengan bahasa tubuh, isyarat raut wajah, gerak anggota tubuh ( tangan, mata dll ) sebagai bahasa nonverbal. Kemudian dengan kecerdasan akalnya manusia mulai belajar bahasa etnis lain, sehingga memudahkan komunikasi antar etnis dimuka bumi ini. Kini dengan bantuan kemajuan teknologi komunikasi manusia semakin , cerdas, lugas dan lancar berkomunikasi. Namun demikian lagi-lagi pada saat terdesak oleh kepentingan individu, manusia yang cerdas, alim dan beragamapun kembali menjadi primitif.

·        GEGAR BUDAYA ( CULTURAL SHOCK )
Gegar budaya seperti yang sering terjadi diberbagai kota maupun dipedalaman, menunjukkan betapa pentingnya pengetahuan tentang budaya etnis, kelompok usia, kelompok agama maupun kelompok tradisi tertentu ditanah air.
Dalam satu RW terjadi pertikaian  antar RT, antar gang, antar pendukung sekte keagamaan bahkan antar pendukung partai. Ironis memang, namun itulah naluri dasar manusia yang paling primitif selalu timbul bila terjadi perbedaan kepentingan ( pribadi, kelompok maupun ajaran tertentu ). Berikut ini factor faktor penyebab terjadinya gegar budaya.
Antropolog Cylde Khuckpohn memperingatkan kita bahwa setiap jalan kehidupan yang berbeda, memiliki asumsi  tentang tujuan keberadaan manusia, tentang apa yang diharapkan dari orang lain dan dari Tuhan, tentang apa yang menjadi kejayaan dan kegagalan. Aspek budaya terbuka ( overt ) dan tertutup         ( covert ) menunjukkan bahwa banyak kegiatan sehari-hari kita dipengaruhi oleh pola  dan tema yang asal ( genuine ) dan maknanya kurang kita sadari. Kelakuan (behavior) dipengaruhi oleh budaya itu memudahkan kebiasaan ( habits ) hidup sehari-hari, sehingga seseorang melakukan banyak perbuatan ( terutama yang aneh, menyimpang dan fatal ) tanpa memikirkan akibat dari perilakunya tersebut. Terjadilah pelaziman budaya ( cultural conditioning ) itu memberikan kebebasan untuk secara sadar memikirkan usaha baru ( inovasi ) yang kreatif. Ekses kebebasan tanpa sadar membuat kelakuan kita dapat menggerakkan timbulnya masalah nasional, seperti rasisme ( etnosentrisme dibeberapa daerah ), yang akibatnya berdampak global. Untuk penyelesaian masalah ini diperlukan peraturan perundang-undangan dan reedukasi dalam upaya menciptakan suasana aman, tenteram, adil, berkepastian hukum bagi seluruh warga.
Dalam budaya multietnis, multi agama, multi dimensional seperti di kota Medan khususnya, terdapat budaya dominan yang sama. Namun juga terdapat subkultur dengan cirri-ciri yang dapat memisahkan dan membedakannya dari sub kelompok lainnya.
Klarifikasi subkultur ini didasarkan kepada : Usia, kelas sosial, jenis kelamin, ras atau etnis lain yang membedakan mikrokultur yang satu dengan mikrokultur yang lainnya. Perbedaan itu bisa didasarkan atas usia, pekerjaan   ( pegawai kantor, buruh perkebunan, pabrik dll ), polisi, tentara, mahasiswa, mungkin juga kelompok dunia bawah tanah ( gay, homo seksual, pengguna narkoba, premanisme  dll ).
·        PENYEBAB TIMBULNYA KONFLIK BUDAYA
Unsur-unsur universal dan keaneka ragaman budaya (universals and cultural diversity) juga menjadi penyebab timbulnya gegar budaya, manakala aktivitas tertentu secara lintas budaya yang bersifat unik oleh masyarakat tertentu tidak dapat diterima oleh kelompok masyarakat lainnya. Hubungan erat antara budaya dan perilaku manusia ini dikomentari oleh Leislie White sebagai suatu penjelasan mengenai perbedaan budaya diantara bangsa itu bersifat kaku, tidak imajinatif dan tidak lazim, kita bisa memandang perilaku ini sebagai perbedaan dalam tradisi budaya yang menggairahkan pendukungnya masing-masing.
Penyebab gegar budaya lainnya adalah perilaku rasional, irasional dan non rasional. Perilaku rasional    dalam suatu budaya didasarkan atas apa yang dianggap masuk akal oleh suatu kelompok dalam mencapai tujuan –tujuan atau kepentingannya. Perilaku irasional menyimpang dari norma-norma menyimpang yang diterima suatu kelompok masyarakat ( etnis, agama, partai, OKP dll ). Kelompok budaya yang  berperilaku irasional biasanya bertindak tanpa logika dan dimungkinkan sebagian besar oleh suatu respons emosional, sedangkan perilaku  nonrasional tidak berdasarkan logika, dan tidak bertentangan dengan pertimbangan masuk akal, semata-mata dipengaruhi oleh budaya atau subkultur seseorang. Berbagai peristiwa seperti Sambas, Sampit, Poso, Ambon, Aceh Banyuangi bisa dikategorikan kedalam jenis ini, suatu ketika kita sadar mengapa melakukan perilaku ini, dan para individu yang terlibat juga kadang tidak sadar dan percaya mengapa melakukan. Bahkan mungkin dipengaruhi oleh prasangka yang berat sebelah memandang perbedaan kultur. Bahkan pertentangan politik dapat dibawa ke lembaga mental psikologis, karena perilaku mereka sering dianggap irasional ataupun non rasional. ( contoh PKB, Golkar, Muhammadyah di Jatim ).
Faktor penting lainnya pemicu gegar budaya, manakala kita tidak memahaminya adalah TRADISI. Tradisi melengkapi masyarakat dengan suatu tatanan mental yang berpengaruh kuat atas sistem moral untuk menilai apa yang dianggap benar atau salah, baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Suatu budaya diekspresikan dalam tradisi, tradisi yang memberikan para anggotanya suatu rasa memiliki dalam suatu keunikan budaya. Tradisi juga dimiliki oleh suatu organisasi sipil, militer, agama dan suatu kelompok masyarakat ( perhatikan ucapara keprotokolan mereka ).
Tradisi walaupun merupakan norma dan prosedur yang harus ditaati bersama, juga harus menyesuaikan dengan perkembangan jaman, pengetahuan dan teknologi menuju terciptanya budaya global.
Perbedaan-perbedaan budaya dengan segala keunikannya, merupakan pemicu “ benturan budaya “, bila manager kosmopolitan yang multicultural tidak mampu mencermati perobahan jaman. Mereka harus mampu menghargai dan mampu berkomunikasi dengan kelompok budaya yang ada dalam wewenang manajerialnya. Tidak memaksakan sikap-sikap ( attitudes ) dan pendekatan-pendekatan budaya yang dimilikinya terhadap orang lain. Sikap menghargai budaya oranglain yang  beda merupakan syarat kepemimpinan multi budaya dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sikap ini mutlak dimiliki bila tidak ingin disebut Pemimpin Etnosentrisme.

·        CONTOH KONFLIK_KONFLIK BUDAYA DI TANAH AIR
Di tanah air misalnya, ketika masih memberontak, para Tokoh GAM berulang kali mengungkapkan kekesalannya, karena kekayaan alam Aceh yang berlimpah ruah dikeruk oleh pemerintah pusat. Mereka mengacu pada kenyataan bahwa tanah Aceh memiliki cadangan minyak dan gas alam yang melimpah ruah, namun masih banyak rakyat Aceh yang hidup miskin.
Konflik yang terbesar dan yang paling mengerikan di Indonesia, yakni konflik Maluku, juga berasal dari persoalan ekonomi. Jadi salah kalau ada anggapan yang mengatakan bahwa konflik Maluku itu diakibatkan oleh gerakan separatis yang kerap digembar-gemborkan oleh para aktivis Republik Maluku Selatan (RMS). Kita juga tidak boleh percaya bahwa konflik itu adalah perang islam melawan krsiten. Nama kedua agama besar tersebut dicatut oleh oleh kelompok elit setempat agar mudah memobilisasi massa.
Pencatutan atas nama agama tersebut, akhirnya mengobarkan rasa benci yang sangat mendalam di antara para pemeluknya. Lihat saja, mereka tidak segan-segan memperlakukan para tawanan seolah seperti binatang, sehingga banyak yang tewas karena disembelih. Bahkan ada anggapan di antara mereka, semakin banyak membunuh maka semakin cepat pula ia masuk surga. Demikian pula ketika membakar rumah ibadah milik agama lain, padahal mereka tidak tahu bahwa di tempat itulah nama Tuhan selalu dipuja.
Pada dasarnya konflik Ambon diawali oleh jatuhnya harga Cengkih dari Rp 10 Ribu menjadi Rp. 2 Ribu setiap kilogram. Para petani cengkih yang kebetulan kebanyakan menganut agama Nasrani, menjadi sangat tertekan secara ekonomi dan psikologis. Maklum setelah bertahun-tahun hidup makmur, tiba-tiba saja mereka harus hidup miskin.
Sebaliknya para pendatang dari Sulawesi Selatan dan Tenggara yang umumnya beragama Muslim, justru makin makmur. Ini karena mereka menguasai bisnis angkutan kota, perdagangan antar pulau, dan lain sebagainya. Bahkan orang Muslim menduduki kursi Gubernur yang sebelumnya selalu dikuasai oleh orang Nasrani.
Tanpa latar belakang seperti itu, sebuah konflik antara seorang supir angkutan umum dan seorang preman pada januari 1999 tak mungkin bisa berujung pada bentrokan berdarah antara islam dan kristen. Apalagi konflik tersebut berlangsung selama bertahun tahun, dan baru bisa mereda sebelum pada akhirnya mereda dan berhenti setelah deklarasi Malino II ditanda tangani pada 12 Februari 2002 di Malino Sulawesi Selatan.
Sebelum deklarasi tersebut ditanda tangani, saya memberi pilihan kepada para pemimpin kelompok yang bertikai, yang saya namakan pilihan “madu dan racun”. Saya katakan kepada mereka, kalau memilih “racun” maka pemerintah akan memberikan senjata kepada kelompok yang sedang bertikai sehingga semua orang maluku punah”. Tapi kalau mereka memilih madu maka mereka harus membuka pintu dialog, dan percaya penuh kepada pemerintah sebagai mediator. Para pemimpin kelompok yang hadir tampak sangat kaget atas opsi yang saya kasi, dan akhirnya mereka memilih untuk berdamai.
Demikian juga konflik berdarah di Poso, bukan diakibatkan oleh ideologi semata. Ia lebih disebabkan oleh konflik politik, terkait dengan pemilihan Bupati di Poso. Tanpa latar belakang masalah ini, maka tida mungkin hanya karena masalah sepele yakni perkelahian antara dua pemuda yang berbeda agama bisa meledak menjadi kerusuhan yang sangat dahsyat. Walau mau dianalogikan, konflik poso ibarat tinta yang ditumpahkan di atas kertas buram,. Yang mana tinta itu secara perlahan merembet ke seluruh penjuru kertas tersebut. Rembesan ini kemudian menjadi tak terkendali karena demikian banyak akotr intelektual yang coba memancing di air keruh. Dengan cara mengobarkan kebencian di antara pemeluk agama.
Situasi kemudian diperburuk oleh celoteh aktivis HAM, pengamat dan politisi Jakarta yang tak paham betul apa persoalan sebenarnya. Mereka memperuncing keadaan dengan menuduh aparat dan pemerintah sebagai biang keladi. Saya benar-benar jengkel karena banyak dari mereka belum pernah ke Poso.
Bila mengikuti celotehan yang tidak berujung pangkal tersebut, pemerintah seakan akan tidak bisa berbuat apa-apa. Bayangkan ketika petugas keamanan menembak, mereka langsung dikecam telah melakukan tindakan yang sewenang-wenang, atau melakukan pelanggaran HAM. Demikian pula ketika mereka memburu dan menangkap para pelaku kekerasan dan kejahatan.
Bertolak dari pengalaman pengalaman tersebut, saya berkesimpulan kita tidak bisa mengandalakan satu platform untuk menyelesaikan semua konflik. Selain faktor penyebabnya berbeda beda, juga lantaran adanya latar belakang sosial-budaya dam tingkat keparahan konflik yang terjadi.
Latar belakang tokoh setempat juga harus diperhatikan. Itu karena latar belakang pendidikan, agama, dan pergaulan sosial politiknya sangat menentukan perilaku dan pola pikirnya. Dengan bekal seperti itulah, kita baru bisa menemukan ramuan yang tepat untuk menyelesaikan sebuah konflik horizontal.
Pada dasarnya, ada satu landasan utama yang bisa dipakai untuk menyelesaikan segala macam konflik. Itulah yang namanya perundingan. Tugas terberat dalam hal ini mencari ruang perundingan, yang disetujui oleh semua pihak. Kegagalan untuk menemukan ruang perundingan tersebut bisa menyebabkan seluruh rencana perdamaian mengalami kemacetan total.
Ruang yang dimaksud di sini adalah apa yang bisa dirundingkan dan apa yang tidak bisa. Dalam kasus Aceh misalnya pemerintah sudah memberi harga mati terhadap NKRI. Dan Pihak GAM sudah menyatakan kata “MENYERAH” tidak ada dalam kasus mereka. Untuk itu sebelum mulai mengajak berdamai saya bilang kepada para pemimpin GAM, “ Anda mau perang atau damai?kalau mau perang ayo kita perang, saya ladeni. Tapi ingat yang korban orang Aceh juga karena semua TNI yang saya kirim mereka yang berasal dari ACEH. “ Pemimpin GAM bilang “wah tidak bisa begitu!” Maka saya jawab “kalau begitu mari kita damai”
Dan seperti yang kita lihat dan baca pada postingan saya sebelumnya, akhirnya perdamaian Aceh bisa tercipta. Coba kalau damai di Aceh belum tercipta, maka rata-rata orang Aceh yang terbunuh setiap harinya antara 4-5 orang. Maka bisa dibayangkan kalau konflik terjadi selama 30 Tahun maka bisa 50 ribu orang yang jadi korban. Itulah maknanya mengapa kita harus bergerak cepat dalam menyelesaikan persoalan bangsa ini. Bergerak cepat bukan berarti tidak bisa tepat, sebab kalau mau pakai analogi kereta api, di Indonesia Kereta Apinya lamban tapi sering kecelakaan, dibanding Jepang keretanya super cepat tapi jarang kecelakaan.
Dan yang terakhir, berhubung hari ini adalah hari lahirnya pancasila, maka kita harus memegang spirit utama dari pancasila yaitu Bhineka Tunggal Ika. Yakni keragaman kita adalah kekuatan kita. Waktu saya mau mendamaikan Aceh, ada orang arab yang mau ikut, saya tanya “kenapa mau ikut?” Dia bilang “saya mau kasi tau orang Aceh, bahwa anda masih beruntung daripada kami orang Arab, di tanah arab bahasa cuman satu, warna kulit hampir sama, agama sama, budaya sama tapi kami pecah sampai 18 negara, kalau di Indonesia ada 300 bahasa, 300 bahasa macam-macam warna kulit tapi ia masih bisa bersatu”



Tulisan ini diadaptasikan dari berbagai sumber :

1.      Komunikasi Antar Budaya, cetakan kelima Pebruari 2000 ( DR. Deddy Mulyana, MA, - Drs. Jalaluddin Rakhmad, M.Sc ).

2.      The Leader of The Future, cetakan kedua Agustus 1997 ( Frances Hesselbein, Marshall Goldsmith, Richard Beck hards – editor ).

3.      Leadership and The New Science, cetakan pertama, Mei 1997 ( Margaret J. Wheatley ).

4.      http://umum.kompasiana.com/2009/06/01/konflik-di-indonesia-penyebab-dan-penyelesaiannya/

Selasa, 17 April 2012

MAKALAH ASAS-ASAS MANAJEMEN


BAB  I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Landasan filosofis, psikologis dan yuridis pembelajaran Tematik
humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman peserta didik. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung peserta didik(direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalu
i interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman .


2. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini saya menggunakan metode kepustakaan.Cara-cara yang digunakan pada penulisan makalah ini adalah:
-Studi pustaka
Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan materi yang berkaitan didalam penulisan makalah ini.Ataupun dengan mengunjungi situs-situs tentang sosial di masyarakat di internet yang berhubungan dengan pembahasan makalah ini.


BAB II
PEMBAHASAN

Landasan Filosofis Pelaksanaan pembelajaran tematik merupakan implementasi dari kurikulum yang berlaku. Pada saat mempertimbangkan pelaksanaan pembelajaran ini didasari pada landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan yuridis.Menurut Sukayati (20044),
A.    landasan filosofis dari implementasi
 pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu :(1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme.
1.         Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman peserta didik.
2.         Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung peserta didik(direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada peserta didik, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing peserta didik. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan peserta didikyang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
3.         Aliran humanisme melihat peserta didikdari segi keunikankekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.Landasan PsikologisLandasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didikdan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isimateri pembelajaran tematik yang diberikan kepada peserta didikagar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
           Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam pendidikan dan pembelajaran, yaitu: Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa, berdasarkan perolehan prestasi siswa Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
           Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah : Proses pemerolehan informasi baru.
B.   Teori humanistik
memandang tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah Proses pemerolehan informasi baru,Personalia informasi ini pada individu.
           Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.Arthur Combs (1912-1999)Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya.

Beberapa tokoh yang terkenal seperti Robert Owen (1771 1858) dan Charles Babbage (1792 1871) mereka termasuk dalam Teori Manajemen Klasik , Frederick Winslow Taylor dan Henry Laurance Gantt (1861 1919) mereka termasuk dalam Teori Manajemen Ilmiah , serta Henry Fayol (1841-1925) yang termasuk dalam Teori Organisasi Klasik.
C.   Teori Manajemen Klasik
           Ada dua  tokoh manajemen yang mengawali munculnya  manajemen, yaitu:
1.     Robert Owen (1771 1858)
     Dimulai pada awal tahun 1800-an sebagai Mnajer Pabrik Pemintalan Kapas di New Lanark, Skotlandia. Robert Owen mencurahkan perhatiannya pada penggunaan faktor produksi mesin dan faktor produksi tenaga kerja. Dari hasil pengamatannya disimpulkan bahwa, bilamana terhadap mesin diadakan suatu perawatan yang baik akan memberikan keuntungan kepada perusahaan, demikian pula halnya pada tenaga kerja, apabila tenaga kerja dipelihara dan dirawat (dalam arti adanya perhatian baik kompensasi, kesehatan, tunjangan dan lain sebagainya) oleh pimpinan perusahaan akan memberikan keuntungan kepada perusahaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kuantitas dan kualitas hasil pekerjaan dipengaruhi oleh situasi ekstern dan intern dari pekerjaan. Atas hasil penelitiannya Robert Owen dikenal sebagai Bapak Manajemen Personalia.
Charles Babbage (1792 1871)
         Charles Babbage adalah seorang Profesor Matematika dari Inggris yang menaruh perhatian dan minat pada bidang manajemen. Dia dipercaya bahwa aplikasi prinsip-prinsip ilmiah pada proses kerja akan menaikkan produktivitas dari tenaga kerja menurunkan biaya, karena pekerjaan-pekerjaan dilakukan secara efektif dan efisien. Dia menganjurkan agar para manajer bertukar pengalaman dan dalam penerapan prinsip-prinsip manajemen. Pembagian kerja (devision of labour), mempunyai beberapa keunggulan, yaitu :
         1. Waktu yang diperlukan untuk belajar dari pengalaman-pengalaman yang baru.
         2. Banyaknya waktu yang terbuang bila seseorang berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain akan menghambat kemajuan dan ketrampilan pekerja, untuk itu diperlukan spesialisasi dalam pekerjaannya.
         3. Kecakapan dan keahlian seseorang bertambah karena seorangpekerja bekerja terus menerus dalam tugasnya.
         4. Adanya perhatian pada pekerjaannya sehingga dapat meresapi alat-alatnya karena perhatiannya pada itu-itu saja.
Kontribusi lain dari Charles Babbage yaitu mengembangkan kerja sama yang saling menguntungkan antara para pekerja dengan pemilik perusahaan, juga membuat skema perencanaan pembagian keuntungan.
         D. Teori Manajeman Ilmiah
         Tokoh-tokoh dari teori manajemen ilmiah antara lain Frederick Winslow Taylor, Frank dan Lilian Gilbreth, Henry L. Gantt dan Harrington Emerson.
1.    Frederick Winslow Taylor
         Pertama kali manajemen ilmiah atau manajemen yang menggunakan ilmu pengetahuan dibahas, pada sekitar tahun 1900an. Taylor adalah manajer dan penasihat perusahaan dan merupakan salah seorang tokoh terbesar manajemen. Taylor dikenal sebagai bapak manajemen ilmiah (scientifick management).
         Hasil penelitian dan analisanya ditetapkan beberapa prinsip yang menggantikan prinsip lama yaitu sistem coba-coba atau yang lebih dikenal dengan nama sistem trial and error.
Hakekat pertama daripada manajemen ilmiah yaitu A great mental revolution, karena hal ini menyangkut manajer dan karyawan. Hakekat yang ke dua yaitu penerapan ilmu pengetahuan untuk menghilangkan sistem coba-coba dalam setiap unsur pekerjaan.
Taylor mengemukakan empat prinsip Scientific Management, yaitu :
         1. menghilangkan sistem coba-coba dan menerapkan metode-metode ilmu pengetahuan disetiap unsur-unsur kegiatan.
         2. memilih pekerjaan terbaik untuk setiap tugas tertentu, selanjutnya memberikan latihan dan pendidikan kepada pekerja.
         3. setiap petugas harus menerapkan hasil-hasil ilmu pengetahuan di dalam menjalankan tugasnya.
         4. harus dijalin kerja sama yang baik antara pimpinan dengan pekerja.

         Hal yang menarik dari pendapat Taylor salah satunya adalah mengenai posisi manajer. Dimana manajer adalah pelayan bagi bahwahannya yang bertentangan dengan pendapat sebelumnya yang mengatakan bahwa bawahan adalah pelayan manajer. Oleh Taylor ini dinamakan studi gerak dan waktu (Time and a motion study).
         Henry Laurance Gantt (1861 1919)
         Henry merupakan asisten dari Taylor, dia berdiri sendiri sebagai seorang konsultan, dimana titik perhatiannya pada unsur manusia dalam menaikkan produktivitas kerjanya. Adapun gagasan yang dicetuskannya yaitu :
         1. kerja sama yang saling menguntungkan antara manajer dan tenaga kerja untuk mencapai tujuan bersama.
         2.mengadakan seleksi ilmiah terhadap tenaga kerja.
         3. pembayar upah pegawai dengan menggunakan sistem bonus.
         4. penggunaan instruksi kerja yang terperinci.





BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Perkembangan teori manajemen sampai pada saat ini telah berkembang dengan pesat. Tapi sampai detik ini pula belum ada suatu teori yang bersifat umum ataupun berupa kumpulan-kumpulan hukum bagi manajemen yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi. Para manajemen banyak mengalami dan menjumpai pandangan-pandangan tentang manajemen, yang berbeda adalah dalam penerapannya.
Dalam bab ini akan dikupas tiga aliran pemikiran manajemen, yaitu :
1. Aliran klasik yang terbagi dalam manajemen ilmiah dan teori organisasi klasik.
2. Aliran hubungan manusiawi, disebut sebagai aliran neoklasik atau pasca klasik.
3. Aliran manajemen modern.
Disamping itu akan dibicarakan juga dua pendekatan manajemen yaitu :
1. Pendekatan sistem (System Approach)
2. Pendekatan kontingensi (Contingency Approac)
Daftar pustaka

Arthur G. Bedeian, Organizations : theory and analysis, The Dryden Press, Hinsdale, Illiois, 1980.
Gary Dessler, Organization and management : A Contigency Approach, Prentice-Hall, inc., Hemewood, Illinois, 1980.
Fred Luthans, Organization Behavior, McGraw-Hill, Inc., New York, 1977

Minggu, 25 Maret 2012

MRINDUKAN KALIAN SELALU


Saat ini aku terbayang kehangatan masa-masa itu,
seperti sebuah pemutar film yang menampakan hampir sempurna kenangan mbertahun-tahun silam,
terasa berdiri diantara kenagan-kenangan tersebut,
menyaksikan kembali diri sendiri didalam kehidupanku dimasa itu, hiruk-pikuk suasana didalam sebuah rumah tua yang sederhana, berganti denganti dengan suara-suara bising yang menembus gendang telingaku, sayup terdengar namun nampak begitu jelas, suara-suara bising yang diciptakan anak-anak kost yang terdengar begitu ceria, suara bising yang diciptakan anak-anak didalam maupun diluar kelas, suara-suara yang begitu AKU RINDUKAN.......!!

Sabtu, 24 Maret 2012

Bisakah Aku terus Berharap

apa aku salah??
semuanya tak bisa ku kendalikan lagi,
aku melupakannya
aku ingin menyerah
inilah aku
disini batas kemampuanku
masih bisakah aku bertahan????
seseorang tolonglah aku

heart

Berbeda jauh dari apa yang sebelumnya aku pikirkan tentangmu, 
membenci adalah salah satu pilihan,
memberi kata maaf 
berdiri, menyaksikan cinta pertama yang dibuang sia-sia
mencari arti sebenarnya, mengaharap apa yang tak perlu diharap
tak peduli siapa
tak hirau apa
hanya satu hal, mencoba melupakanmu, berharap bisa menghapus semua tentangmu
bukan berarti aku membencimu
itu karena aku terlalu menggilaimu
maaf...